• Upacara Metatah Wayanyasa berjalan sukses, Klik foto ini untuk membaca selanjutnya...
  • Sebelum Pernikahan dimulai, Luh Widya melakukan metatah di hari puncak pernikahan...
  • Prewedding Wayanyasa n Luh Widya Berlangsung dengan sederhana dan elegan. Klik aja photonya...
  • Blog foto pernikahan yang disajikan dalam satu halaman penuh...

Sarira Samkara

Sarira Samkara (Upacara makala-kalaan)

Upacara makala-kalaan bertujuan untuk penyucian diri, upacara ini ditujukan kepada bhūta kala, di mana kala ini merupakan manifestasi dari kekuatan kama yang memiliki sifat keraksasaan. Kedua pengantin dipersonifikasikan sebagai kekuatan kala dan kali yang disebut kala nareswari. Upacara makala-kalaan juga disebut upacara bhūta saksi.

Menurut kitab suci upacara makala-kalaan yang ditujukan kepada para bhūta yang dihaturkan di atas tanah termasuk dalam prahuta.  Tujuan dari upacara makala-kalaan adalah untuk menghilangkan segala mala dan menyucikan sukla dan swanita. Selain itu upacara makala-kalaan adalah upacara penyucian kedua pengantin dari segala mala atas perintah Dewa Śiwa.

Selanjutnya upacara makala-kalaan selain bersaksi kepada bhūta kala, juga bersaksi kepada Pertiwi.

Dalam pelaksanaan upacara makala-kalaan digunakan beberapa uparengga (peralatan) sebagai pelengkap upacara. Uparengga yang dipergunakan pada upacara makala-kalaan memiliki fungsi adalah sebagai bahasa isyarat kehadapan Sang Hyang Widhi beserta manifestasinya serta mengandung nilai-nilai ethika yang sangat tinggi dan dalam. Adapun uparengga yang dipergunakan adalah: (1) Sanggah Surya, (2) Kalabang Kala Nareswari (Kala Badeg), (3) Tikeh dadakan (tikeh kecil), (4) Benang putih, (5) Tegen-tegenan, (6) Suhun-suhunan (sarana junjungan), (7) Sapu lidi tiga katih , (8) Sambuk (serabut) kupakan, (9)Klukuh berisi berem.

Dalam rangkaian upacara makala-kalaan ada sarana yang dipergunakan yaitu tetimpug yang dibuat dari tiga buah potong bambu yang masing-masing ada ruasnya, yaitu  lima ruas atau tujuh ruas. Ketiga potong bambu ini diikat jadi satu kemudian dibakar di atas tungku bata yang dibuat pada saat upacara makala-kalaan. Makna yang terkandung di dalamnya adalah secara niskala untuk memanggil para bhūta kala bahwa upacara segera dimulai.

Kedua pengantin duduk menghadapi upakara dengan posisi duduk pengantin wanita berada di sebelah kiri pengantin pria, kemudian kedua penganten natab banten bayakawonan, dilanjutkan dengan malukat dan maprayascita sebagai pembersihan. Selesai natab bayakawonan dan pembersihan kedua pengantin menuju ke tempat mategen-tegenan. Penganten pria memikul tegen-tegenan sambil membawa sapu lidi tiga biji, sedangkan pengantin wanita menjunjung suhun-suhunan  berjalan mengelilingi sanggah surya ke arah purwa daksina (arah jarum jam) dengan posisi penganten wanita di depan mengelilingi sanggah surya sebanyak tiga kali, dan  penganten pria mencemeti penganten wanita. Pada setiap putaran, kedua pengantin menendang serabut kelapa (kala sepetan) yang di dalamnya berisi telor, ditutupi dengan serabut kelapa dibelah tiga dan diikat dengan benang tridhatu. Setelah makala-kalaan serabut kelapa tersebut ditaruh di bawah tempat tidur pengantin.

Acara selanjutnya adalah madagang-dagangan. Pada saat madagang-dagangan penganten wanita duduk di atas serabut kelapa, mengadakan tawar menawar hingga terjadi transaksi antara pengantin pria dan pengantin wanita yang ditandai dengan penyerahan barang dagangan serta pembayarannya. Akhir dari madagang-dagangan adalah merobek tikeh dadakan yang dipegang oleh pengantin wanita dengan kedua tangannya, dan pengantin pria mengambil keris kemudian merobek tikeh dadakan tersebut yang diawali dengan menancapkan keris ke tikeh dadakan dan dilanjutkan dengan mengambil tiga sarana kesuburan yaitu keladi, kunyit, dan andong, yang kemudian dibawa oleh kedua pengantin ke belakang sanggah kemulan untuk ditanam.

Acara selanjutnya adalah mapegat, yaitu memutuskan benang yang kedua ujungnya diikatkan pada dua cabang pohon dapdap. Selesai memutuskan benang kedua penganten kemudian mandi untuk membersihkan diri. Mandi untuk membersihkan diri ini disebut ”angelus wimoha’, yang memiliki pengertian dan tujuan untuk melaksanakan perubahan nyomya dari kekuatan asuri sampad menjadi kekuatan Daiwi sampad atau nyomya kala bhūta nareswari agar menjadi Sang Hyang Smarajaya dan Smara Ratih. Sehabis mandi kedua penganten berganti pakaian, dan berhias untuk melakukan upacara dewa saksi di sanggah.